Iklan
Dalam Etika dan Estetika
ABSTRAK
Penekanan
utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada
konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya
tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
Tulisan ini mencoba memaparkan etika dalam iklan. Apa saja kerugian yang
ditanggung oleh produsen dengan iklan dan apa pengaruhnya dalam dunia ekonomi,
politik, bidaya, moral, dan agama. Untuk itulah perlu ada prinsip-prinsip yang
perlu diperhatikan dalam dunia periklanan agar segi negatif dari iklan itu bisa
dikurangi.
Sesuai
dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan
memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan
makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan
itu sendiri. Didunia usaha khususnya perusahaan periklanan, secara kondisioal
iklan di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Kerena
itu iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau konsumen
akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan merupakan suatu proses kerja yang
sangat penting dalam menunjang performancesuatu perusahaan dihadapan
masyarakat. Oleh karena itu untuk menghasilkan iklan yang sesuai dengan
kepentingan perusahaan maka iklan harus dirancang secara matang dari proses
assignment yang diberikan perusahaan, proses kreatifnya, proses produksi sampai
pada proses pilihan waktu penayanngannya. Hal yang menjadi sorotan masalah
iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki
perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan
kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat
banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat
dari informasi produsen. Dalam hal berbagai produk yang sejenis tidak mustahil
produsen tertentu tergoda untuk memanipulasi informasi sehingga produknya
mempunyai daya tarik yang lebih besar bagi para konsumen
PENDAHULUAN
Hampir
setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik
cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah
sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan
sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa
yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Dalam peran seperti inilah, di
mana pun juga, kita bisa dengan mudah menemukan iklan-iklan mulai dari yang
paling sekuler sampai kepada informasi mengenai aktivitas-aktivitas keagamaan,
perjalanan ziarah, dan sebagainya.
Sesuai
dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan
memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan
makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan
itu sendiri. Didunia usaha khususnya perusahaan periklanan, secara kondisioal
iklan di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Kerena
itu iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau
konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan merupakan suatu proses
kerja yang sangat penting dalam menunjang performancesuatu perusahaan dihadapan
masyarakat. Oleh karena itu untuk menghasilkan iklan yang sesuai dengan
kepentingan perusahaan maka iklan harus dirancang secara matang dari proses
assignment yang diberikan perusahaan, proses kreatifnya, proses produksi sampai
pada proses pilihan waktu penayanngannya. Hal yang menjadi sorotan masalah
iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki
perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan
kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat
banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat
dari informasi produsen. Dalam hal berbagai produk yang sejenis tidak mustahil
produsen tertentu tergoda untuk memanipulasi informasi sehingga produknya
mempunyai daya tarik yang lebih besar bagi para konsumen
LANDASAN
TEORI
Persaingan
dalam dunia bisnis kian ketat, berbagai perusahaan berlomba-lomba berkreasi
se-kreatif mungkin untuk membuat program marketingnya termasuk pengolahan ide
iklan. Lihat saja di televisi, berbagai iklan diputar di sela-sela tayangan
program televisi tersebut. Bila iklan tidak dibuat semenarik mungkin, maka
orang akan lebih memilih untuk mengganti channel televisi daripada melihat
iklannya. Sama juga dengan iklan di media pajang seperti billboard. Laju
kendaraan dan padatnya lalu lintas membuat orang sulit untuk fokus pada suatu
iklan tertentu. Berdasar dari insight itulah, berbagai pembuat iklan selalu
berusaha membuat iklan yang unik, berbeda dan menarik.
2.1
Nilai – Nilai Etika Dan Estetika
Teori
Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas
tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai
keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini bukanlah membahas
tentang nilai kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga. Pengertian
nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai
harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Dan oleh
karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu mempunyai harga yang sama pula
karena penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu biasanya berlainan.
Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap sesuatu itu karena ia tidak
berharga baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang
sangat tinggi karena itu sangatlah berharga baginya. Perbedaan antara nilai
sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau abstrak
(tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra.
Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu yang mempunyai nilai itulah yang
dapat ditangkap oleh indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali
kepada ilmu pengetahuan, maka kita akan membahas masalah benar dan tidak benar.
Kebenaran
adalah persoalan logika dimana persoalan nilai adalah persoalan penghayatan,
perasaan, dan kepuasan. Ringkasan persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran
dan kesalahan ( benar dan salah ) akan tetapi masalahnya ialah soal baik dan
buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang tidak terlepas dari
nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah
menyelesaikan masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini
banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan
yang tidak sama terhadap nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama,
positifisme, fragmatisme, fitalisme, hidunisme dan sebagainya.
2.2
Etika
Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan
tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak
dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika
dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etka ini bersifat teori
sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia
bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia
itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus
berlaku umum. Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori
mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau
oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia ( baik dan buruk
) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari
ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ) akan
tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran.
Hal
ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah
sama ( relatif ) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian
etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat
diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini.
Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu
sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh
etika.
Tingkah
laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat
tertentu, yaitu :
a) Manusia itu dikerjakan dengan penuh
pengertian
Oleh
karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak
mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam
ini tidak mendapat sanksi dalam etika
b) Perbuatan yang dilakukan manusia itu
dikerjakan dengan sengaja
Perbuatan
manusia ( kejahatan ) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka
perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh
etika. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri
Perbuatan
manusia yang dilakukan denan paksaan ( dalam keadaan terpaksa ) maka perbuatan
itu tidak akan dikenakan sanksi etika. Demikianlah persyaratan perbuatan
manusia yang dapat dikenakan sanksi ( hukuman ) dalam etika.
2.2.1
Jenis-jenis Etika
Etika
Filosofis
Etika
filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika
termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari
filsafat] Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat
etika:
Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai
ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang
kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang
kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret
yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara
mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum.
Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang
harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat
praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan
resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif.
Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani,
kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu
untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun
sendiri argumentasi yang tahan uji.
Etika Teologis
Ada
dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang
terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika
secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika
Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang
kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi
Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden
dan etika teosentris Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan
etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak
dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan
manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Tuhan.
Setiap
agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini
dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang
satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
2.3
Estetika
Estetika
dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku
perbuatan manusia ( baik dan buruk ). Sedangkan estetika membahas tentang indah
atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang
berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal
ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini. Seperti dalam
etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai
sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan
oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang
belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu.
Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah
ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat
metafisika [ abstrak ). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa
keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat
yang sebenarnya bersifat tetap.
2.4
Pengertian Dalam Etika Profesi
2.4.1
Pengertian Etika dan Etika Profesi
Kata
etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter
,watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimilikioleh individu maupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai ” the discipline which
can actas the performance index or reference for our control system “. Etika
adalah refleksi dari apa yang disebut dengan ”self control”, karena segala
sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social
(profesi) itu sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat
“built-inmechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan
untuk menjaga martabat dan serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian
(Wighnjosoebroto, 1999). Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari
masyarakat, bilamana dalam diri elit professional tersebut ada kesadaran untuk
mengindahkan etika profesi pada saat mereka inginmemberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
2.5 Etika dan Estetika
Etika
disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini
ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma
hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan-santun. Norma hukum berasal
dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma
sopan-santun berasal dari kehidupan sehari-hari, sedangkan norma moral berasal
dari suara batin dan etika.
2.6
Etika dan Etiket
Etika
(ethics) berarti moral sedangkan etiket berarti sopan-santun. Persamaan antara
etika dan etiket yaitu :
Etika dan etiket menyangkut perilaku
manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang
karena binatang tidakmengenal etika atau etiket.
Kedua-duanya mengatur perilaku manusia
secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian
menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Justru
karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
Perbedaan antara etika dengan etiket yaitu :
a) Etiket menyangkut cara melakukan
perbuatan manusia. Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang
diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Etika tidak
terbatas pada cara melakukan melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma
tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan
boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b) Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus
dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
c) Etiket bersifat relatif. Yang dianggap
tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan oleh kebudayaan
lain. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti ”jangan berbohong”,”jangan
mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
d) Etiket hanya memandang manusia dari segi
lahiriah saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam. Penipu
misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat
memegang etiket namun munafik sebaliknya orang yang berpegang pada etika tidak
mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap etis.
Orang yang bersikap etis merupakan orang yang sungguh-sungguh baik.
2.7
Etika dan Ajaran Moral
Etika
perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral membuat pandangan tentang nilai dan
norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan
bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap
anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia. Etika merupakan
ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang
merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu
bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekedar
melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang
sebenarnya). Pluralisme moral diperlukan karena :
a) Pandangan moral yang berbeda-beda karena
adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan,
b) Modernisasi membawa perubahan besar
struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan
moral tradisional,
c) Berbagai ideologi menawarkan diri sebagai
penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiritentang bagaimana
manusia harus hidup.
Etika sosial dibagi menjadi :
Sikap terhadap sesama,
Etika keluarga,
Etika profesi, misalnya Etika untuk
dokumentalis, pialang iformasi,
Etika politik,
Etika lingkungan hidup, serta
Kritik ideologi.
2.8
Etika dan Moralitas
Etika
bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang merefleksikan
ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional,
kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan diri
pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa
perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke
akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas
langkah demi langkah, normatif berarti menyelidiki bagaimana pandangan moral
yang seharusnya.
2.9
Etika dan Agama
Etika
tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan
orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam
agamanya. Akan tetap agama itu memerlukan keterampilan etika agar dapat
memberikan orientasi, bukan sekedar indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat
alasan sebagai berikut :
a) Orang agama mengharapkan agar ajaran
agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu,
tetapi ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat
membantu menggali rasionalitas agama.
b) Seringkali ajaran moral yang termuat
dalam wahyu mengizinkan interpretasiyang saling berbeda dan bahkan
bertentangan,
c) Karena perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara tidak
langsung disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi
manusia dengan gen yang sama,
d) Adanya perbedaan antara etika dan ajaran
moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan
agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada
mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama
dan pandangan dunia.
METODOLOGI
PENELITIAN
Metodologi
yang digunakan menggunakan studi pustaka dan internet.
PEMBAHASAN
Etika?
Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral
(KBBI).
Unik dan menarik-nya sebuah iklan
bisa menimbulkan kontroversi apabila tidak mengacu pada kaidah etika.
Selayaknya pembuatan konsep kreatif sebuah iklan mengacu pada ciri iklan yang
baik yaitu:
· Etis: berkaitan dengan kepantasan.
· Estetis: berkaitan dengan kelayakan
(target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
· Artistik: bernilai seni sehingga
mengundang daya tarik khalayak.
· Jujur : tidak memuat konten yang tidak
sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
· Tidak memicu konflik SARA
· Tidak mengandung pornografi
· Tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku.
· Tidak melanggar etika bisnis, ex:
saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
· Tidak plagiat
KESIMPULAN
DAN SARAN
Sebagaimana
juga disinggung di atas, iklan memang tidak bisa dihapus sama sekali dari
kehidupan manusia. Ini bukan saja karena pemahaman kita mengenai iklan dalam
artinya yang luas sebagai segala kegiatan manusia dalam menginformasikan
“kepentingan-kepentingan” tertentu kepada publik, tetapi juga bahwa iklan sejak
semula tidak bersifat propagandis. Lagi pula kecenderungan hal yang terakhir
ini relatif baru dalam dunia iklan, terutama ketika masyarakat mulai mengenal
sistem ekonomi pasar bebas
DAFTAR
PUSTAKA
http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fprantisayekti.files.wordpress.com%2F2011%2F08%2Fetika-dan-estetika-periklanan.pptx&ei=0KmQUs3tGoaCrAeb54DIBw&usg=AFQjCNEF5pqrjzuCcrnxfE3mLMVtS4R-TA&bvm=bv.56988011,d.bmk
http://hengusblog.wordpress.com/2013/02/25/iklan-dan-dimensi-etisnya/
http://ardhiwidjaya.blogspot.com/2012/12/etika-estetika-dalam-iklan_4085.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar