Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih
intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya
baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service”
belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum
tampaksecarajelas.
Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika
bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun
1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf
kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga
penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan
suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari
sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara
benar, konsisten dan konsekwen.
Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada
umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode
etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal
dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang
terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya
perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan
untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam
melakukan kegiatan bisnis.
Sudah terlalu banyak kasus pelanggaran etika bisnis yang terjadi di
negeri ini, dari pelaku bisnis terkecil seperti tukang gorengan keliling
yang memakai plastik dalam pembuatan gorengan agar lebih renyah hingga
pelaku bisnis besar seperti perusahaan operator seluler yang dalam
iklannya mengandungunsurkebohongan.
Kini saatnya pemerintah Indonesia bertindak tegas dalam urusan etika
bisnis, tidak hanya itu masyarakat selaku konsumen seharusnya lebih bisa
menjadi “konsumen cerdas” dalam memilih produk yang dijual. Dengan ini
diharapkan akan timbul kesadaran terhadap para pelaku bisnis agar semua
pihak merasa aman.
Contoh pelanggaran etika bisnis
Suatu pelanggaran etika bisnis yang sering terjadi di kota-kota besar
yaitu pelanggaran terhadap prinsip kejujuran. Seringkali seseorang atau
perusahaan tidak mementingkan kejujuran dalam berbisnis. Salah satu
contohnya yaitu yang terjadi di daerah Jakarta. Sebuah perusahaan
pengembang bisnis perumahan ingin melakukan pembangunan di suatu daerah
yang telah direncanakan selama satu tahun sebelumnya. Perusahaan
pengembang ini melakukan kesepakatan dengan suatu perusahaan kontraktor
dalam pembangunan peumahan tersebut. Di dalam kesepakatan itu telah
berisi hal-hal yang menyangkut perjanjian-perjanjian yang harus dipenuhi
oleh kedua belah pihak. Salah satu nya adalah masalah speseifikasi
bangunan yang diinginkan oleh perusahaan pengembang yang harus dipenuhi
oleh perusahaan kontraktor.
Pembangunan dimulai oleh perusahaan kontraktor dengan waktu yang telah
disepakati. Selama proses pembangunan, tidak terdapat kendala yang cukup
berat. Namun, pembangunan selesai dilakukan perusahaan pengembang
merasa ada yang tidak beres dengan spesifikasi bangunan yang dibangun.
Karena Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan
serius. Perusahaan pengembang merasa bangunan yang sedang dibuat tidak
seseuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dengan perusahaan
kontraktor. Setelah melakukan investigasi, akhirnya perusahaan
pengembang menemukan bukti atas pelanggaran etika yang dilakukan oleh
perusahaan kontraktor mitra bisnisnya. Perusahaan kontraktor melakukan
penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan
pengembang. Perusahaan pengembang langsung melaporkan perusahaan
kontraktor ke pengadilan
Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah
melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan
yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
sumber : http://imami-nurfauziah.blogspot.com/2011/10/etika-bisnis-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar